Selasa, 20 September 2016

Hingga Juni 2016, DJKI Tangani 33 Kasus HKI, Merek, dan Paten

irektur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa Ditjen Kekayaan Intelektual (DJKI), Kementerian Hukum dan HAM, Salmon Pardede mengungkapkan, sepanjang tahun 2016 pihaknya telah menangani 33 kasus yang didominasi oleh kasus sengketa merek.

"Penyelidikan tahun ini sudah 33 kasus. Beragam kasusnya, ada HKI, merek, dan paten. Paling banyak pemalsuan merek dan sengketa merek. Sebagian sudah dilakukan tindakan represif di lapangan, sebagian menunggu BAP saksi, dan keterangan ahli," kata Salmon saat Sosialisasi dan Edukasi Hak Cipta - Software Komputer di Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Kamis (9/6).

Dia menegaskan, kampanye anti pembajakan terhadap karya intelektual harus tetap kontinyu dilakukan, karena sudah seperti peredaran narkoba. "Gampang dapat untung. Jadi terus edukasi dan sosialisasi di semua tingkatan dari sekolah, masyarakat, dan pedagang. Kalau kita berhenti, negara terus dirugikan, dan para kreator tidak mau berinovasi lagi, karena karya mereka terus dibajak," jelas Salmon.

Dia mengungkapkan, pihaknya telah bekerjasama dengan pihak Bareskrim Mabes Polri, PT Angkasa Pura, Masyarakat Indonesia Anti Pemalusan (MIAP), Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, dan pihak-pihak terkait lainnya, sejak tahun 2013, melakukan sosialisasi, edukasi, bahkan hingga tindakan represif terhadap peredaran barang palsu dan bajakan.

"Di tahun 2014 kami menyita barang palsu berupa VCD, DVD, dan software bajakan hingga 14 truk dari Glodok Plaza. Beberapa minggu lalu kita pasang lagi spanduk di Glodok, karena ini sudah ditetapkan sebagai notorius market. Kita juga sudah masuk ke ITC Mangga Dua, di tiga TKP," ujar Salmon.

Dia menyebutkan, dari beragam penindakan yang dilakukan, khusus untuk software bajakan saja telah menimbulkan potensi kerugian negara hinga Rp65,1 triliun, dalam kurun waktu 2014 hingga saat ini.

Salmon menambahkan, produk bajakan ada di segala lini. Misalnnya, kata Salmon, beberapa tahun lalu pihaknya menindak produk pakain jadi dengan merek terkenal asal di Inggris yang diijual di outlet terkenal di Jakarta, tetapi palsu.

"Beberapa kasus juga sudah masuk ranah hukum, tahun ini di Bali sudah kita limpahkan ke pengadilan, tetapi orangnya DPO. Kasus merek. Kemudian kasus casing handphone di Batam, sudah disita," urainya.

Edukasi Penumpang Pesawat

Sementara itu, hari ini DJKI bekerjasama dengan pihak Otoritas PT Angkasa Pura II dan MIAP, kembali melakukan kegiatan sosialisasi dan edukasi terkait Hak Cipta di kawasan Bandara Internasional Soekarno Hatta Jakarta.

Kegiatan ini merupakan kegiatan yang secara berkala dilakukan oleh DJKI, Angkasa Pura II dan MIAP dalam upaya edukasi/penyuluhan dan pemeriksaan secara sukarela terhadap barang bawaan penumpang maupun calon penumpang pesawat di kawasan Bandara Internasional Seoekarno Hatta Jakarta.

Kegiatan tersebut dilakukan sehubungan dengan perlindungan karya-karya yang dilindungi Hak Ciptanya seperti antara lain peranti lunak (software), film, musik, buku dan lain-lain. Dalam kegiatan ini, materi edukasi juga dititikberatkan kepada perlindungan Hak Cipta software dan bentuk-bentuk pelanggarannya.

Kegiatan pemeriksaan secara suka rela terhadap barang-barang ini dilakukan di area Terminal 1 dan 2 Bandara Internasional Soekarno Hatta Jakarta, yang juga pernah dilakukan pada tanggal 23 September 2013 dan 19 Maret 2014.

Sebagai informasi tambahan, perlindungan terhadap KI, khususnya hak cipta program komputer tercantum dalam Undang-undang Hak Cipta No. 28 tahun 2014 (“UUHC”), dimana Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Melalui Undang-Undang Hak Cipta No. 28/2014 pasal 113 ayat (3) disebutkan bahwa setiap penjual barang bajakan, termasuk para retailer komputer dan perangkat lunak, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau dikenakan denda hingga Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah), serta disebutkan pula pada ayat (4) UUHC bahwa setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 4.000.000.000,- (empat milyar rupiah).
 
http://www.beritasatu.com/hukum/369121-hingga-juni-2016-djki-tangani-33-kasus-hki-merek-dan-paten.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar