irektur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa Ditjen Kekayaan
Intelektual (DJKI), Kementerian Hukum dan HAM, Salmon Pardede
mengungkapkan, sepanjang tahun 2016 pihaknya telah menangani 33 kasus
yang didominasi oleh kasus sengketa merek.
"Penyelidikan tahun ini sudah 33 kasus. Beragam kasusnya, ada HKI,
merek, dan paten. Paling banyak pemalsuan merek dan sengketa merek.
Sebagian sudah dilakukan tindakan represif di lapangan, sebagian
menunggu BAP saksi, dan keterangan ahli," kata Salmon saat Sosialisasi
dan Edukasi Hak Cipta - Software Komputer di Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Kamis (9/6).
Dia menegaskan, kampanye anti pembajakan terhadap karya intelektual
harus tetap kontinyu dilakukan, karena sudah seperti peredaran narkoba.
"Gampang dapat untung. Jadi terus edukasi dan sosialisasi di semua
tingkatan dari sekolah, masyarakat, dan pedagang. Kalau kita berhenti,
negara terus dirugikan, dan para kreator tidak mau berinovasi lagi,
karena karya mereka terus dibajak," jelas Salmon.
Dia mengungkapkan, pihaknya telah bekerjasama dengan pihak Bareskrim
Mabes Polri, PT Angkasa Pura, Masyarakat Indonesia Anti Pemalusan
(MIAP), Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, dan pihak-pihak terkait
lainnya, sejak tahun 2013, melakukan sosialisasi, edukasi, bahkan hingga
tindakan represif terhadap peredaran barang palsu dan bajakan.
"Di tahun 2014 kami menyita barang palsu berupa VCD, DVD, dan software
bajakan hingga 14 truk dari Glodok Plaza. Beberapa minggu lalu kita
pasang lagi spanduk di Glodok, karena ini sudah ditetapkan sebagai
notorius market. Kita juga sudah masuk ke ITC Mangga Dua, di tiga TKP,"
ujar Salmon.
Dia menyebutkan, dari beragam penindakan yang dilakukan, khusus untuk software bajakan saja telah menimbulkan potensi kerugian negara hinga Rp65,1 triliun, dalam kurun waktu 2014 hingga saat ini.
Salmon menambahkan, produk bajakan ada di segala lini. Misalnnya,
kata Salmon, beberapa tahun lalu pihaknya menindak produk pakain jadi
dengan merek terkenal asal di Inggris yang diijual di outlet terkenal di
Jakarta, tetapi palsu.
"Beberapa kasus juga sudah masuk ranah hukum, tahun ini di Bali sudah
kita limpahkan ke pengadilan, tetapi orangnya DPO. Kasus merek.
Kemudian kasus casing handphone di Batam, sudah disita," urainya.
Edukasi Penumpang Pesawat
Sementara itu, hari ini DJKI bekerjasama dengan pihak Otoritas PT
Angkasa Pura II dan MIAP, kembali melakukan kegiatan sosialisasi dan
edukasi terkait Hak Cipta di kawasan Bandara Internasional Soekarno
Hatta Jakarta.
Kegiatan ini merupakan kegiatan yang secara berkala dilakukan oleh
DJKI, Angkasa Pura II dan MIAP dalam upaya edukasi/penyuluhan dan
pemeriksaan secara sukarela terhadap barang bawaan penumpang maupun
calon penumpang pesawat di kawasan Bandara Internasional Seoekarno Hatta
Jakarta.
Kegiatan tersebut dilakukan sehubungan dengan perlindungan
karya-karya yang dilindungi Hak Ciptanya seperti antara lain peranti
lunak (software), film, musik, buku dan lain-lain. Dalam
kegiatan ini, materi edukasi juga dititikberatkan kepada perlindungan
Hak Cipta software dan bentuk-bentuk pelanggarannya.
Kegiatan pemeriksaan secara suka rela terhadap barang-barang ini
dilakukan di area Terminal 1 dan 2 Bandara Internasional Soekarno Hatta
Jakarta, yang juga pernah dilakukan pada tanggal 23 September 2013 dan
19 Maret 2014.
Sebagai informasi tambahan, perlindungan terhadap KI, khususnya hak
cipta program komputer tercantum dalam Undang-undang Hak Cipta No. 28
tahun 2014 (“UUHC”), dimana Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta
atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Melalui Undang-Undang Hak Cipta No. 28/2014 pasal 113 ayat (3) disebutkan bahwa setiap penjual barang bajakan, termasuk para retailer
komputer dan perangkat lunak, dapat dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun dan/atau dikenakan denda hingga Rp.
1.000.000.000,- (satu milyar rupiah), serta disebutkan pula pada ayat
(4) UUHC bahwa setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp. 4.000.000.000,- (empat milyar rupiah).
http://www.beritasatu.com/hukum/369121-hingga-juni-2016-djki-tangani-33-kasus-hki-merek-dan-paten.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar