Kamis, 15 Desember 2016

Justin Bieber Tak Lagi Dikejar Pelanggaran Hak Cipta



Justin Bieber dan Usher kini bisa bernapas lega. Hakim pengadilan federal AS memutuskan gugatan penjiplakan lagu senilai US$10 juta yang ditujukan pada mereka, untuk dihapuskan.

Menurut laporan Reuters, Senin (14/11) hakim Douglas Miller menyatakan bahwa dua penggugat yang bernama Devin Copeland dan sepupunya Mareio Overton gagal menunjukkan bahwa Bieber dan Usher punya akses terhadap lagu berjudul Somebody to Love yang mereka buat pada 2008.

Disebutkan sebelumnya, Bieber dan Usher menjiplak lagu itu, bahkan memberinya judul sama. Lagu Somebody to Love Bieber dan Usher sendiri dirilis setelahnya, sekitar tahun 2010.

Gugatan sebenarnya sudah pernah diajukan dan dimentahkan pada Maret 2014. Tapi pengadilan kembali membuka kasus itu pada Juni 2015 karena ada juri yang berkata menemukan persamaan chorus yang cukup masuk akal di kedua lagu yang sedang ‘dipersengketakan’ itu.

Bieber dan Usher sendiri mengakui bahwa lagu mereka sebenarnya bukan milik mereka pribadi. Lagu itu didasarkan pada versi yang ditulis oleh Heather Bright, November 2009 lalu. Dibantu pula oleh The Stereotypes, judul lagu itu memang Somebody to Love.

Dalam rekomendasinya yang setebal 32 halaman, hakim Miller menemukan kurangnya bukti bahwa penggugat mendengar lagu versi Copeland dan Overton, sebelum Bright dan The Stereotypes.

Lagipula, menurut profesor musik dari New York University yang dijadikan saksi ahli oleh hakim Miller, kedua lagu yang diperdebatkan tidak benar-benar sama. Meskipun, tentu saja ada beberapa lintiran nada yang terdengar mirip. Tapi lagu itu jelas bukan jiplakan.

Soal judul lagu sendiri, siapa saja bisa menggunakannya. Itu bukan kalimat yang orisinal, melainkan generik. Bahkan ada lebih dari 100 musisi, termasuk Jefferson Airplane dan Queen punya lagu rekaman yang juga berjudul Somebody to Love. Isinya, jelas-jelas berbeda.

Rekomendasi dari hakim Miller itu akan diserahkan kepada hakim pengadilan distrik AS. Hingga saat ini, pengacara dari kedua belah pihak belum memberikan komentar apa pun.

Somebody to Love sendiri termasuk lagu yang sukses saat dibawakan Bieber. Tercatat membantu lirik, Bieber membuat lagu itu meraih posisi 15 di Billboard Hot 100 pada 2010. 
 
http://www.cnnindonesia.com/hiburan/20161116091726-227-172934/justin-bieber-tak-lagi-dikejar-pelanggaran-hak-cipta/

Hak Cipta dalam Pandangan Islam

Pada dasarnya hak cipta di gunakan untuk melindungi suatu karya ciptaan dalam bentuk ilmu pengetahuan, seni maupun sastra untuk mengurangi pembajakan pada karya ciptaannya. Hak cipta dapat dialihkan kepada pihak lain guna untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan atas izin pencipta. Bagaimana pandangan islam terhadap hak cipta? Dalam Al-Qur’an di jelaskan pada Q.S Al-Baqara ayat 188 Yang artinya: “dan janganlah kamu makan harta diantara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui”. 

Dan pada Q.S Al Maidah ayat 38 yang artinya “Laki-laki yang mencuru dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah maha perkasa lagi maha bijaksana”. Dari kedua ayat tersebut di jelaskan bahwa, Allah mengharamkan bagi orang-orang yang beriman untuk memanfaatkan, memakan dan menggunakan harta orang lain tanpa seizin pemiliknya, sama halnya mencuri. 

Dengan demikian, Segala sesuatu yang menimbulkan kerugian bagi pencipta pada hakikatnya dilarang Majelis ulama’ indonesia menetapkan fatwanya Nomor 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), yang di dalamnya meliputi Hak Perlindungan Varietas Tanaman, Hak Rahasia Dagang, Hak Desain Industri, Hak Desain Tata Letak Terpadu, Paten, Hak Atas Merek dan Hak Cipta. 

Dengan ketentuan hukum bahwa, suatu hak yang mendapat perlindungan hukum tidak bertentangan dengan hukum islam, mengandug unsur akad baik akad mu’awadhah maupun akad tabarru’at, dapat di wariskan dan di waqafkan. 

Dalam Undang-undang hak cipta No. 19 Tahun 2002 perubahana atas UHC Tahun 1982, jangka waktu kepemilikan hak cipta ialah seumur hidup dan di tambah 50 tahun setelah meninggal, lebih dari itu suatu karya ciptaan akan menjadi milik umum, dengan kata lain, boleh memperbanyak tanpa harus izin kepada pencipta atah penerima hak cipta. Oleh karena itu, suatu karya cipta dapat di wariskan dan di waqafkan. Dari sini sudah dapat di simpulkan bahwa penggunaan hak cipta sangat diajurkan untuk mencegah pembajakan pada suatu karya cipta. 

Oleh karena itu, Undang-undang tentang hak cipta di buat khusus untuk melindungi manfaat ekonomi suatu karya seni dari si pencipta atau pemegang hak cipta. Jadi perlu adanya sosialisasi terhadap Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta, melihat banyaknya masyarakat yang tidak mengetahui tentang hak cipta.

http://www.kompasiana.com/rokyul57/hak-cipta-dalam-pandangan-islam_5850dbf7927a610a38e229b5

Urus Hak Cipta dan Merek Gratis, Jangan Tunggu Dibajak

Bagi para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM), jangan lupa mengurus hak cipta dan hak merek. Mengurus hak cipta dan merek mudah dan gratis. Tinggal datang saja ke Lantai 6 Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan.

Demikian diungkapkan Sesmen Kemenkop UKM, Agus Muharam, dalam diskusi dPreneur yang bertemakan 'Resep Sukses Berbisnis Franchise' di Ice Palace, Ciputra World, Jakarta, Rabu (30/11/2016).

"Hak cipta dan hak merek kita kerja sama dengan Kemenkum HAM, itu gratis. Silakan ke kantor kami di Jalan Rasuna Said, lantai 6. Temui yang namanya Ibu Rosdiana," kata Agus.

Jangan tunggu karya dan merek dibajak, segera urus hak cipta dan hak merek agar tak jadi masalah di kemudian hari ketika usaha yang dijalankan sudah semakin besar.

"Jangan sampai dibajak kalau membuat brand. Kalau masih kecil biasanya dibiarkan. Ketika sudah besar baru dipermasalahkan," ujar Agus.

Selain itu, Agus juga berpesan agar UKM segera mengurus izin usaha. Sekarang mengurus izin usaha juga sudah semakin gampang. Misalnya di DKI Jakarta, izin usaha hanya selembar saja, cukup diurus di kelurahan.

"Izin usaha mudah, apalagi di DKI, tinggal 1 lembar diurus ke kelurahan," ucapnya.

Pak Jokowi juga sudah memerintahkan usaha mikro cukup didaftarkan saja, nggak usah pakai izin-izin lagi," tutupnya. 

https://finance.detik.com/dpreneur/read/d-3359181/urus-hak-cipta-dan-merek-gratis-jangan-tunggu-dibajak

Masih Digodok Format Distribusi Royalti untuk Pemegang Hak Cipta

Masih terus menjaring masukan dari berbagai pihak termasuk asosiasi pengguna hak ciptaan itu sendiri. Targetnya, akhir tahun 2016 ini aturan itu akan rampung.

Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) tengah mempersiapkan aturan terkait sistem pendistribusian royalti untuk pemegang hak cipta. Hingga saat ini, LMKN masih terus melakukan pembahasan dan meminta masukan dari sejumlah kalangan. Targetnya, paling lambat akhir tahun 2016 ini aturan tersebut sudah bisa diterbitkan.

“Ini untuk para pemegang hak cipta, produser, dan hak terkait,” ujar salah seorang Komisoner LMKN, Adi Adrian dalam diskusi panel bertajuk “Penerapan Regulasi Mengenai Royalti dalam Industri Musik di Indonesia” yang digelar dalam rangkaian ajang Liga Debat Hukum Online Nasional (LDHON) 2016 di Jakarta, Kamis (25/11).

Dikatakan Adi, tujuan disusun ketentuan sistem pendistribusian royalti ini adalah untuk memberikan kepastian kepada para pemegang hak bahwa mereka akan menerima royalti dari pengguna hak atas pemakaian hasil ciptaan mereka untuk kepentingan komersial. Sejauh ini, progres penyusunan sistem pendistribusian masih terus digodok dalam rangka mencari format terbaik untuk sistem pendistribusian royalti.

LMKN sendiri, lanjut Adi, menjalin kerja sama dengan sejumlah Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang sudah memiliki izin operasional untuk membahas aturan tersebut. Selain itu, LMKN juga meminta masukan dari sejumlah pihak terutama dari asosiasi yang menaungi para pengguna, misalnya Asosiasi Pengusaha Rumah Bernyanyi Keluarga Indonesia (Aperki) atau Perhimpunan Hotel & Restoran Indonesia (PHRI).

“Perjalanan masih panjang, ini sudah berada di trek yang benar. Yang penting, meyakinkan pengguna bahwa mereka harus membayar royalti,” sebut personel Kla Project itu.

Di tempat yang sama, Deputi Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan Regulasi Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Ari Juliano Gema mengatakan, bahwa pihaknya terus membantu LMKN untuk mensosialisasikan kepada pengguna hak, dalam hal ini pengguna musik, kafe, hotel, rumah bernyanyi (karaoke), radio hingga televisi. Beberapa daerah telah dikunjungi mulai dari Medan, Ambon, Kupang, Bandung, serta Makasar.

“LMK dan LMKN ini adalah suatu bentuk badan baru dari UU Hak Cipta (UU Nomor 28 Tahun 2015 tentang Hak Cipta). Oleh karena itu, LMKN yang punya kewenangan sebagai regulator di bidang royalti ini harus kita bantu sosialisasi. Apalagi mereka sudah mengeluarkan beberapa regulasi,” ujar pria yang disapa Ajo ini.

Regulasi yang dimaksud oleh Ajo adalah terkait sejumlah Keptusan LMKN mengenai materi Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada sejumlah hal. Saat terbentuk tahun 2015, LMKN sudah membuat produk berupa Keputusan LMKN mengenai materi muatan Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang Statuta LMKN.

Masih di tahun yang sama,  LMKN juga berhasil membuat Kode etik LMKN Pencipta dan Hak Terkait di bidang musik, termasuk kode etik pencipta, produser rekaman dan pelaku pertunjukan. Lalu, soal pentarifan royalti rumah bernyanyi, dan petunjuk pelaksanaan penarikan, penghimpunan, dan pendistribusian royalti rumah bernyanyi.

“LMKN itu adalah sebagai lembaga-lembaga yang punya anggota dan memungut royalti kepada anggota berdasarkan regulasi yang dibuat LMKN. Musisi yang berhak mendapat royalti adalah musisi yang mendaftar kepada LMK. Jadi dia harus aktif, kalau ada keluhan di daerah, kenapa sih lagu saya sering diputar di daerah tapi ngga pernah dapat royalti, pertanyaannya dia menjadi anggota LMK atau tidak? Itulah pentingnya,” papar Ajo.

Sementara itu, tahun 2016 ini, LMKN telah membuat produk antara lain Keputusan LMKN mengenai Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang Pengesahan Tarif Royalti untuk Pengguna yang Melakukan Pemanfaatan Komersial Ciptaan dan/atau Produk Hak Terkait Musik dan Lagu, termasuk Penyempurnaan dan Perpanjangan Waktu Berlaku Tarif Royalti Karaoke Berdasarkan Peraturan Pelaksana Tahun 2015 yang telah habis masa berlaku atas Rumah Bernyanyi (Karaoke).

Selain itu, LMKN juga membuat pengesahan petunjuk pelaksaan penarikan, penghimpunan dan pendistribusian royalti musik dan lagu yang berlaku umum. Masih di tahun yang sama, LMKN juga menerbitkan tarif royalti untuk lagu dan musik pada 13 sektor, antara lain, rumah bernyanyi (karaoke); seminar dan konferensi komersial; restoran, kafe, pub, bar, bistro, klab malam, diskotek; konser musik; pesawat udara, bus, kereta api, kapal laut; pameran dan bazar; bioskop; nada tunggu telepon, bank, kantor; pertokoan; pusat rekreasi; lembaga penyiaran televisi; lembaga penyiaran radio; dan hotel dan fasilitas hotel.

“Sebenarnya dalam setahun itu, minimal dapat Rp10 miliar sampai Rp100 miliar. Itu hitung-hitungan kasar. Itu belum menjangkau konser-konser, itu baru dari karaoke sudah jelas, dan tv atau radio yang juga sudah jelas. Tapi kalau menjangkau semua, itu lebih dari Rp100 miliar. Dengan sistem yang baik ini, semoga royalti bisa lebih besar lagi,” sebut Ajo.

Dikatakan Ajo, terkait dengan royalti ini sendiri masih ada sedikit perbedaan persepsi antara pemerintah dalam hal ini LMKN dengan industri. Ambil contoh misalnya dengan industri radio dan televisi sempat menghadapi perbedaan persepsi mengenai pemungutan royalti atas penggunaan hak untuk industri tersebut. Dalam kondisi seperti itu, Bekraf berperan sebagai ‘jembatan’ yang mencoba mengakomodir kepentingan pemerintah dan industri. Di sini cukup dilematis buat Bekraf lantaran di satu sisi Bekraf punya kepentingan meningkatkan kualitas musisi dari royalti akan tetapi di sisi lain Bekraf juga punya kepentingan membantu industri televisi dan radio untuk terus berkembang.

“Diharapkan regulasi yang dikeluarkan LMKN itu memang bisa diterima oleh semua pihak,” kata Ajo.

Sebagai salah satu industri pengguna hak cipta, Wakil Ketua Umum PHRI, Reiner Daulay mengakui bahwa awalnya anggota PHRI mayoritas merasa aturan royalti sangat merepotkan buat mereka. Asumsinya kira-kira hampir 90% anggota tidak mau membayar pungutan tersebut. Alasanya beragam, salah satunya lantaran anggota PHRI sangsi kepastian hukum setelah membayar kewajiban itu. Mereka khawatir masih akan diminta bayaran berkali-kali meski telah membayar. “Niat utama kami dukung sepanjang ada kepastian hukum,” ujarnya.

Akhirnya, PHRI dan LMKN membuat nota kesepamahan beberapa waktu lalu yang pada intinya bentuk komitmen dari sekitar 1.500 hotel dan restoran anggota PHRI untuk membayar royalti. Selain komitmen, MoU tersebut juga mengatur kesepakatan klasifikasi kelas hotel mulai dari hotel bintang dan non bintang berkenaan dengan tarif yang wajib mereka bayarkan.

“Itu sudah kita sebar ke semua anggota se-Indonesia. Bahkan kita juga imbau juga ke hotel yang bukan anggota PHRI,” kata Reiner.

Konsultan Kekayaan Intelektual yang juga musisi, Theresia Ebenna Ezria tak menampik bahwa masih banyak musisi pencipta lagu yang awam dengan konsep mengenai hak cipta. Kenyataan di lapangan, para musisi yang tengah masuk pada masa kejayaan biasanya terlalu fokus dari segi kretif dan melupakan sisi hak dan kewajiban terkait hak cipta yang mestinya juga seimbang diperhatikan.

“Musisi pencipta lagu perlu disadarkan haknya dengan memahami konsep hak cipta,” sebut perempuan yang disapa Tere ini.

Bila digambarkan, lanjut Tere, musisi pencipta lagi menghasilkan karya lagu kemudian karya lagu digunakan oleh produser dan artis penyanyi solo atau band tanpa memahami kontrak penggunaan lagu. Selanjutnya, karya lagu digandakan dan ditampilkan di ruang publik oleh pengguna tanpa memperhatikan moral right, mechanical right, dan performing right dari suatu karya. Alhasil, pencipta lagu tidak dapat kompensasi ekonomi apapun.

Manfaatkan Digitalisasi
Di tengah deru internet yang kian meluas, industri kreatif terutama musik pun berdampak. Salah satu bukti nyatanya adalah sejumlah sosial media yang fokus berbagi konten musik seperti last.fm hingga soundcloud. Lalu, berjamurnya aplikasi pemutar lagu, seperti itunes, Joox, hingga spotify mulai banyak digemari ketimbang koleksi fisik, seperti kaset dan cd.

Kepala Bekraf, Triawan Munaf menyatakan bahwa kehadiran aplikasi semacam spotify justru sangat membantu para musisi dalam mendapatkan pengasilan yang merupakan haknya. Meski lebih kecil jumlahnya, namun pihak pemilik aplikasi pemutar musik sangat taat terhadap apa yang menjadi kewajibannya.

“Mereka sangat membantu karena sistem mereka terus diperbaiki walaupun revenue yang didapat semakin kecil dibandingkan dulu, tapi minimal mereka sangat memenuhi kewajiban mereka. Kalau saya lihat dari Spotify misalnya, mereka bukan hanya menjual lagi sebagai komoditas tetapi mereka memberi jiwa juga. Ada story yang mereka garap juga, mereka develop juga,” jelas Triawan.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H Laoly sependapat dengan pernyataan Triawan. Yasonna juga menilai kehadiran tekonologi menjadi sebuah harapan sepanjang kisi-kisi aturan mengakomodir secara baik. Terlepas dari hal itu, ia menekankan agar musisi pencipta lagu lebih berani memperjuangkan haknya ketika ada hak yang dilanggar.

“Memang ini hak cipta, pelanggarannya delik aduan. Jadi kalau ada yang merasa lagunya atau musiknya, atau filmnya, sudahlah lapor ke kita, langsung kita kirim ke pak Rudi (Menteri Kominfo), langsung di *kek* (langsung ditindak),” kata Yasonna.

Dikatakan Yasonna, hal ini juga mesti menjadi perhatian buat masyarakat. Ia berpesan masyarakat bisa menghargai setiap karya yang di dalamnya terhadap hak-hak si pencipta. “Kita mau sekarang kita harus menghargai para pencipta itu. Coba lihat banyak pencipta yang masa tuanya sakit, untuk berobat saja mereka harus urunan. Di negara maju, mereka itu sangat sukses. Ini juga masyarakat ikut serta membantu kita baik Bekraf ataupun Kemenkumham untuk mendidik masyarakat. Dan law enforcement juga harus diterapkan,” tutupnya.

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt583857215266a/masih-digodok-format-distribusi-royalti-untuk-pemegang-hak-cipta

Kamis, 01 Desember 2016

UBL Pro Tegaskan Pentingnya UU Hak Cipta No.19 Tahun 2002

Semakin masifnya, penyalahgunaan pengambilan foto tanpa mencantumkan sumber pemoto utamanya membuat Unit Kerja Universitas Bandar Lampung (UBL) di bidang Industri Kreatif, UBL Production (UBL Pro) berinisiasi mensosialisasikan pentingnya Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, buat kalangan internal dan eksternal kampus.

Hal ini ditegaskan UBL Production dalam postingan media sosial, Facebook-nya, yang diunduh, Senin (22-11) lalu. Pada kesempatan ini, Penanggung Jawab UBL Pro, Noning Verawati, S.Sos, M.A., menegaskan semakin banyaknya pelanggaran itu membuat pihaknya berinisiatif akan mengadakan kegiatan tersebut. Terlihat, ketika badan naungannya melakukan sosialisasi melalui media sosial.

“Yuk, mari menghargai hasil seorang fotografer. Anda (pengunduh) boleh melakukan share foto dari UBL Producution atau dari sumber manapun, tapi jangan lupa cantumkan nama pemosting awalnya pada setiap photo yang Anda posting. Agar Anda tidak melanggar kesalahan dan memenuhi kaidah hukum (hak cipta), Yuk baca, dasar peraturannya (UU No.19/2002 tentang Hak Cipta),” Pesannya.
Noning pun mendukung langkah sosialisasi yang terus di galakkan UBL Pro untuk menegakkan UU No.19 Tahun 2002 karena dianggap penggunaan foto tanpa ijin di ranah maya semakin marak dan sulit ditanggulangi.

“Dengan adanya peraturan itu dibuat untuk melindungi ciptaan dengan sistem yang kuat melindungi ciptaan dan kepentingan pemilik (asli)nya,” Terang Penanggung Jawab UBL Pro ini.

Hal senada pun diungkapkan salah satu perwakilan tim UBL Pro M. Denu Poyo yang berharap hasil sosialisasi dari media sosial ini dapat diteruskan menjadi pembahasan akan pentingnya pengimpelementasian pengambilan, hingga penggunaan karya foto, sebagai alat peraga yang dibuat untuk kepentingan ilmu pendidikan maupun karya fotografi jurnalistik dari dalam lingkup kampus.

“Hak Cipta atas penciptaan digunakan sebesarnya untuk kepentingan penciptanya, yakni pemegang hak cipta dan pemilik ciptaan fotografi. Harapan adanya kegiatan seminar atau sejenisnya, tidak hanya menginformasikan dan mengedukasi pelanggaran terhadap karya cipta fotografi merupakan hak milik dari pemiliknya.

Denu optimis jika diadakan sosialisasi akan menjelaskan sepenuhnya mengenai fungsi dan sifat hak cipta itu sendiri.

“Pemerintah sudah mengatur regulasinya dengan tujuan untuk mencegah terjadinya pelanggaran. Masalah hak cipta diatur dalam UU Hak Cipta yang berlaku saat ini. Perlunya sosialisasi undang-undang ini tak lepas dari peran Indonesia dalam melindungi hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama,” Tegasnya.

Langkah ini pun mendapat apresiasi dari lingkup sivitas akademika UBL termasuk diantaranya, Dosen Fakultas Hukum (FH) UBL Dr. Zainab Ompu Jainah, M.H., yang mendukung langkah sosialisasi tentang UU No.19 Tahun 2002 tersebut.

“(Langkah) Ubl pro oke banget dan hal ini perlu dilakukan (sosialisasi) terutama dalam memperkaya khasanah keilmuan dan melindungi karya-karya anak bangsa. Segera realisasikan (seminar) dan sukses selalu UBL Pro,” Pungkasnya. 
 
 http://rotasinews.com/ubl-pro-tegaskan-pentingnya-uu-hak-cipta-no-19-tahun-2002/

Terdakwa Pembajak Lagu “Sakitnya Tuh Disini” Diadili

Majelis hakim Pangadilan Negeri (PN) Surabaya, mengadili Derma Sudarman alias Akiana dalam perkara pembajakan lagu ‘Sakitnya Tuh Disini’ yang dinyanyikan Cita Citata. 

Jaksa penuntut umum Roginta Sirait dari Kejati Jatim, mendakwa Derma Sudarman alias Akiana melanggar hak cipta karena memperbanyak dan mengedarkan lagu yang dinyanyikan penyanyi aslinya Cita Citata tanpa izin dari Tan Santo Sutadi Komisaris Utama dari PT Sani Sentosa Abadi Jalan. Batu Tulis Raya No. 14-A, Jakarta Pusat selaku pemegang hak cipta dan hak edar. 

“Terdakwa melanggar Pasal 113 ayat (4) Undang – Undang RI Nomor : 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta,” kata jaksa Roginta dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Sigit Sutriono, Senin (28/11). 

Terdakwa Akiana kata Roginta Sirait, melakukan pembajakan dan memperbanyak lagu ‘Sakitnya Tuh Disini’ dalam bentuk keping VCD dengan menggunakan jasa Replika Cakram Optik Format VCD Karaoke bernama PT. Kencana Buana Semesta d/a Jalan  Salembaran KM 16 Komplek Pergudangan Salembaran I, Blok P No. 9 Desa Salembaran Jati Kec. Kosambi Kab. Tangerang, Banten. 

Terdakwa Akiana juga mengkompilasi sendiri lagu Cita Citata tersebut dalam bentuk dangdut Koplo dengan menggandeng pedangdut asal Surabaya Nella Karisma dalam sebuah video klip berjudul Arwana Volume 4. 

Humas PT Sani Sentosa Abadi Jalan Batu Tulis Raya No. 14-A, Jakarta Pusat, yang dihadirkan sebagai saksi dipersidangan menyatakan akibat peredaran lagu bajakan tersebut, mengakibatkan pihaknya dirugikan secara materiil.

Padahal, Tjahjadi Djajanata/Ishak sebagai pencipta lagu ‘Sakitnya Tuh Disini’ sudah menyerahkan hak ciptanya pada Tan Santo Sutandi Komisaris Utama dari PT. Sani Sentosa Abadi dengan Surat Perjanjian Perbanyakan Dan Pemakaian Karya Cipta Lagu No. 004/SSA-LG/VIII/14 tertanggal 19 Agustus 2014. Perjanjian kontrak antara pemegang hak cipta berlaku selama 24 bulan terhitung mulai bulan Oktober 2014. 

Setelah sidang, terdakwa Derma Sudarman alias Akiana mengaku sudah berdamai dengan pihak korban. Perdamaian itu disepakati dengan memberi ganti kerugian sebesar Rp 100 juta pada Tjahjadi Djajanata/Ishak sang pencipta lagu, juga membayar royalti atas setiap lagu ‘Sakitnya Tuh Disini’ yang dinyanyikan Nella Karisma dalam versi dangdut Koplo. 

“Sudah, sudah ada perdamaian, pencipta lagunya saya beri Rp 100 juta dengan syarat royaltinya tetap harus dibayar,” kata terdakwa Akiana yang tidak ditahan. 

Derma Sudarman alias Akiana warga Jakarta, dilaporkan Tan Santo Sutandi Komisaris Utama dari PT Sani Sentosa Abadi Jalan Batu Tulis Raya No. 14-A, Jakarta Pusat. Lantaran membajak dan memperbanyak lagu Cita Citata berjudul ‘Sakitnya Tuh Disini’. 

Lagu yang ngehit dipasaran itu dibajak dan diperbanyak terdakwa dengan cara membuat versi dangdut koplo yang dinyanyikan Nella Karisma pedangdut asal Surabaya, lantas dijual disejumlah tempat di Jawa Timur hingga mencapai 70 ribu keping VCD. 
 
http://www.deliknews.com/2016/11/29/terdakwa-pembajak-lagu-sakitnya-tuh-disini-diadili/