Selasa, 20 September 2016

Pita Mesin Ketik Dipatenkan

Mesin ketik atau Mesin tik adalah mesin, atau alat elektronik dengan sebuah set tombol-tombol yang, apabila ditekan, menyebabkan huruf dicetak pada dokumen, biasanya kertas.

Dari awal penemuannya sebelum tahun 1870 sampai pada abad 20, mesin ketik banyak digunakan oleh para penulis profesional dan pekerja di kantor. Sejak saat itu, mesin ketik telah menjadi bagian dari bisnis perusahaan dan menjadi produk komersil di seluruh dunia.

Walaupun masih populer dengan beberapa profesi, seperti penulis, mesin ketik fungsinya telah teralihkan dengan kehadiran mesin lain. Pada akhir dasawarsa 1980-an, mesin pengolah kata dan komputer pribadi (personal computer) telah menggantikan fungsi mesin ketik di beberapa negara di dunia bagian barat. Walaupun demikian, mesin ketik masih digunakan di beberapa negara tertentu di dunia hingga saat ini.

Sejarah penemuan
 
Mesin ketik modern merupakan pengembangan dari mesin ketik yang pada awalnya diciptakan secara sederhana dan bertahap. Penemuan teknologi ini melibatkan penemu yang bekerja secara mandiri, baik secara perorangan maupun kelompok, yang menimbulkan persaingan antarpenemu selama beberapa dekade. Seperti penemuan mobil, telepon, dan telegraf, di mana sejumlah orang saling memberikan kontribusi terhadap penemuan mesin ketik ini sehingga pada akhirnya menciptakan suatu produk komersil yang sukses.

Penemuan awal
 
Penemuan mesin ketik diawali pada tahun 1714, saat Henry Mill memperoleh hak paten karena menciptakan sebuah mesin yang menyerupai mesin ketik. Di samping itu muncul pula penemuan kertas karbon oleh Pellegrino Turri yang merupakan salah satu cikal bakal dari komponen mesin ketik.

Pada tahun 1829, William Justin Burt menciptakan sebuah mesin yang disebut “typowriter”, yang dikenal sebagai mesin ketik pertama. Walaupun demikian, mesin ini bekerja lebih lama daripada menulis dengan menggunakan tangan, sehingga Burt tidak dapat menemukan seorang pembeli atau pihak perusahaan yang mau membeli hak paten tersebut. Hal ini menyebabkan mesin itu tidak dapat diproduksi untuk komersil. Mesin ketik ini digunakan dengan cara putaran, bukan tombol-tombol untuk memilih karakter, sehingga disebut “index typewriter”, bukan “keyboard typewriter”.

Pada pertengahan tahun 1800, secara global dapat dilihat adanya peningkatan komunikasi bisnis. Kejadian ini menciptakan kebutuhan akan proses penulisan secara mekanik, sehingga proses menulis menjadi lebih cepat. Pada tahun 1829 sampai 1870, penemuan mesin ketik banyak bermunculan di negara-negara Eropa dan Amerika, namun tidak ada yang berhasil membuat mesin ketik menjadi sebuah produk yang dihasilkan secara komersil.

Kemudian pada tahun 1855, Giuseppe Ravizza, seorang berkebangsaan Itali, menciptakan sebuah prototipe mesin ketik. Pada akhirnya, pada tahun 1861, Father Francisco João de Azevedo, seorang pendeta Brazil, menciptakan mesin ketik buatannya sendiri. Penemuan ini menimbulkan klaim bahwa ia adalah seorang penemu sejati mesin ketik. Klaim ini kemudian menimbulkan kontroversi. Di antara tahun 1864 sampai 1867, Peter Mitterhofer, seorang tukang kayu berkebangsaan Austria, berhasil mengembangkan beberapa model mesin ketik dan prototipe ini dapat berfungsi secara penuh pada tahun 1867.

Hansen Writing Ball
 
Pada tahun 1865, Rev. Rasmus Malling-Hansen menciptakan "Hansen Writing Ball", yang kemudian menjadi mesin ketik pertama yang dijual secara komersil pada tahun 1870. Berdasarkan penjelasan pada buku “Who is The Inventor of The Writing Ball” pada tahun 1865, papan ketik yang digunakan dalam mesin ketik ini terbuat dari keramik.

Dalam proses penetapan standar papan ketik tersebut terjadi beberapa tahap eksperimen dalam penempatan tombol-tombol huruf yang berbeda. Eksperimen terhadap penempatan tombol-tombol ini bertujuan untuk mencapai kecepatan menulis yang paling tinggi.

Hal ini menyebabkan Hansen Witing Ball merupakan mesin ketik pertama yang dapat memproduksi teks lebih cepat daripada menulis dengan tangan secara manual. Eksperimen terhadap mesin ketik yang ciciptakan oleh Malling-Hansen ini tetap mengalami perkembangan sejak tahun 1870 sampai sekitar tahun 1880.
Mesin ketik pertama kali yang sukses secara komersil diciptakan oleh C. Latham Sholes, Carlos Glidden dan Samuel W. Soule pada tahun 1867. Penemuan ini kemudian memperoleh hak paten dan dibeli oleh E. Remington and Sons, sebuah perusahaan manufaktur.

Walaupun demikian, mesin ini pada awalnya masih memiliki beberapa kekurangan antara lain juru tulis tidak dapat melihat hasil ketikan secara langsung dan adanya kesulitan akan penempatan tuts yang digunakan untuk kembali pada posisi semula. Hal ini kemudian dapat diatasi dengan munculnya “visible typewriters” seperti mesin ketik Oliver pada tahun 1895.

Penjarakan Proporsional
Pada tahun 1941, IBM mendeklarasikan penemuan “Electromatic Model 04”, yang menonjolkan pada konsep revolusioner penjarakan proporsional (proportional spacing). Konsep ini membuat mesin ketik mempunyai jarak yang sama pada setiap karakter yang berbeda, dapat menampilkan hasil ketik, serta memperkenalkan inovasi pita pada mesin ketik yang menyebabkan huruf-huruf yang diketik menjadi lebih tajam sehingga hasil ketik menjadi lebih jelas.
 
http://netralnews.com/news/singkapsejarah/read/23465/pita.mesin.ketik.dipatenkan

Imam Suroso Dorong Hak Paten Kelapa Kopyor

Anggota DPR Imam Suroso mendorong pemberikan hak paten untuk kelapa kopyor yang merupakan hasil perkebunan asli Kabupaten Pati, Jawa tengah. Menurutnya hal ini perlu dilakukan sebagai langkah antisipasi agar tidak didahului oleh negara lain, karena berhembus kabar akan di klaim oleh negara Filipina.

“Jika ada usaha untuk mengklaim hasil perkebunan asli kita, maka langkah dan usaha kita adalah dengan segera mempatenkannya. Sebab kalau aset ini dibiarkan maka akan diambil dan diklaim menjadi hak paten negara lain, padahal ini adalah peninggalan leluhur kita yang luar biasa untuk bisa kita kembangkan,” ujarnya saat berkunjung ke sentra perkebunan kelapa kopyor di daerah Tayu, Kabupaten  Pati, Jawa Tengah.

Ia akan membawa hasil kunjungannya tersebut ke rapat terbatas di DPR RI, agar ada anggaran  tersendiri untuk pengembangan kelapa kopyor. Imam Suroso juga akan membantu mencarikan investor, bahkan dirinya juga siap berinvestasi demi pengembangan kelapa kopyor tersebut.

Kelapa kopyor di Indonesia memang telah dihasilkan di beberapa daerah, tetapi untuk jenis kelapa kopyor yang paling terkenal akan kualitasnya dan telah melalui tahap penelitian BALITBANG adalah jenis Kelapa Kopyor Genjah dari Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Jenis kelapa kopyor genjah Pati memiliki ciri fisik yang lebih kecil dari tipe kelapa dalam. Tetapi untuk rasa kelapa kopyornya jauh lebih enak daripada kelapa kopyor yang dihasilkan dari tipe kelapa dalam.

Kelapa kopyor genjah Pati dikembangkan oleh warga sekitar dengan cara sistem generatif (indukan) yang memiliki kualitas unggulan. Dan hasil pengembangan tersebut dalam bentuk bibit dan yang sudah ditanam menunjukkan keberhasilannya dengan menghasilkan kualitas bibit keturunan yang baik.

Tayu adalah sebuah daerah kecamatan di Kabupaten Pati yang menjadi sentra pengembangan kelapa kopyor genjah Pati. Dari tahun ke tahun, permintaan buah dan bibit kelapa kopyor dari luar daerah semakin meningkat. Harga jual dari buah dan bibit kelapa kopyor juga sangat tinggi.

http://politik.news.viva.co.id/news/read/811858-imam-suroso-dorong-hak-paten-kelapa-kopyor

Dituduh Langgar Paten, Valve Dituntut Hukum!

Paten memang menjadi sesuatu yang cukup ambigu, apalagi jika kata “tuntutan hukum” menyertainya. Di satu sisi, sebuah teknologi yang harus melewati proses penelitian dan pengembangan yang memakan waktu dan waktu tentu saja memiliki satu nilai tertentu, apalagi jika ia berakhir digunakan oleh perusahaan yang lain. Namun di satu sisi, ia juga sering berakhir dengan pertarungan di meja hijau atas klaim beberapa pihak yang menyebut diri mereka sebagai pemilik sah atas teknologi yang digunakan tanpa izin pihak lain tersebut. Semakin besar perusahaan, semakin rentan pula ia berseteru dengan perusahaan lainnya atas nama hak paten. Hal inilah yang tengah terjadi dengan portal distribusi game digital ternama – Steam.

Bukan main-main, sebuah perusahaan telekomunikasi raksasa asal Inggris – British Telecom menuntut hukum Valve karena Steam. Valve disebut melanggar hak paten atas empat teknologi yang dimiliki oleh BT dan digunakan oleh Steam tanpa izin, yang kemudian melahirkan Steam Library, Steam Chat, Steam Messaging, dan Steam Broadcasting. BT mengklaim bahwa masing-masing teknologi di balik fitur Steam ini merupakan teknologi mereka. Mereka sendiri sudah berusaha menghubungi Valve sejak Oktober 2015 yang lalu, namun tak pernah mendapatkan tanggapan apapun.
Mengingat ini teknologi serupa yang digunakan hampir semua portal game dan layanan streaming di luar sana, belum jelas apakah British Telecom juga akan melemparkan tuntutan hukum yang serupa selain ke Valve. Valve sendiri masih belum memberikan komentar resmi apapun terkait tuduhan yang satu ini. Legit or patent troll?

http://jagatplay.com/2016/09/news/dituduh-langgar-paten-valve-dituntut-hukum/

Wah merk Cap Kaki Tiga Dicoret Dari Dirjen KI

Dirjen Kekayaan Intelektual (KI) mencoret merek Cap Kaki Tiga pascadikabulkannya gugatan Warga Negara Inggris Russel Vince atas seluruh sertifikat merek terebut milik Wen Ken Drug oleh Mahkamah Agung.

"Sejak tanggal 2 September 2016 sudah dicoret merek itu," kata Direktur Merek dan Indikasi Geografis Dirjen KI Kemenkumham, Fathlurachman dikutip dari Antara di Jakarta, Senin (13/9).

Fathlurachman menegaskan keputusan mencoret merek Cap Kaki Tiga tersebut, tidak lain untuk mematuhi perintah pengadilan atau MA. Artinya, kata dia, siapapun tidak berhak lagi menggunakan merek itu.

"Tidak berhak gunakan merek itu lagi," ujarnya.
Sementara itu, BPOM mengaku belum menindaklanjuti perintah MA untuk menarik peredaran produk tersebut.

"Kami sudah mendapatkan info itu dari media, namun kami belum menerima surat resmi dari MA tersebut atau surat permohonan dari pemilik yang sah. Sehingga sementara ini kami belum tindak lanjuti," kata Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika dan Komplemen BPON Ondri Dwi Sampurno.

Sesuai putusan MA RI Nomor 85PK/Pdt.Sus-HKI/2015 tanggal 23 September 2015 jo Putusan No. 582K/PDT.SUS-HAKI/2013 tanggal 19 Januari 2014 jo.

Putusan Pengadilan Niaga No. 66/Merek/2012/PN. Jkt.Pst yang diperoleh Antara, Sabtu, menyebutkan pada pokoknya membatalkan seluruh sertifikat merek Cap Kaki Tiga milik Wen Ken Drug.

Bahkan dalam putusan itu memerintahkan Dirjen HAKI selalu turut tergugat untuk tunduk dan taat pada putusan Pengadilan Niaga dengan mencoret pendaftaran merek dari daftar umum merek Direktorat Hak Kekayaan Intelektual dengan akibat hukumnya dengan mencantumkan alasan dan tanggal pembatalan.

Dan mengumumkannya dalam berita resmi merek sesuai dengan Undang-Undang merek yang berlaku atas sertifikat-sertifikat merek Cap Kaki Tiga yang telah didaftarkan atas nama Wen Ken Drug, sebut putusan tersebut.

Sementara itu, Oktavian Adhar selaku kuasa hukum Russell Vince menjelaskan putusan itu juga memerintahkan Dirjen HAKI melarang serta menolak pihak manapun yang akan mendaftarkan lambang dan/atau logo yang memiliki kemiripan dengan lambang dan/atau logo Negara Isle of Man.

"BPOM juga wajib untuk melarang peredaran produk dan kemasan Cap Kaki Tiga milik Wen Ken Drug atau pihak mana pun yang memiliki kesamaan pada pokoknya dengan lambang dan/atau logo milik negara Isle of Man dan segera menarik seluruh produk dan kemasan Cap Kaki Tiga milik Wen Ken Drug yang masih beredar di pasaran," jelasnya.

Ia mengatakan, kliennya Russell Vince yang berkebangsaan Inggris, memperkarakan Wen Ken Drug terkait penggunaan merek dagang Cap Kaki Tiga, yang menyerupai lambang negara Isle of Man di Indonesia.

Argumentasi Russel tersebut, lanjutnya, diperkuat Pasal 3 ayat (1) dan 4, "Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights" (TRIPS).

"Pengajuan gugatan di Indonesia, bukan di tempat asal Wen Ken Drug di Singapura, karena klien kami melihat merek Cap Kaki Tiga hanya beredar di Indonesia. Karena itu, putusan MA ini diharapkan untuk dipatuhi dan dilaksanakan," tegasnya.

http://www.suaranews.com/2016/09/wah-merk-cap-kaki-tiga-dicoret-dari.html?m=0

Kemenkop Dorong 2.000 UKM Daftarkan HKI

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) terus mendorong sektor UKM agar mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Ditargetkan tahun ini ada sebanyak 2.000 UKM yang mendaftarkan HKI melalui Kemenkop secara gratis. 

Deputi Bidang Pembiayaan Kemenkop dan UKM, Braman Setyo mengatakan, dari target 2.000 HKI untuk produk UKM, pihaknya telah menerbitkan sekitar 50 persen pada Semester I 2016.

"Hampir 50 persen sudah. Saya kira itu sangat mudah sekali. Karena perlindungan itu sangat penting. Mereka juga didorong agar produktivitas meningkat," kata Braman pada Republika, Ahad (28/8).

Menurut Braman, untuk menerbitkan HKI ke Kementerian Hukum dan HAM,pelaku usaha dapat melakukannya dengan dibantu Kemenkop. Untuk menerbitkannya pun dilakukan secara gratis, karena pihaknya telah menganggarkan sekitar Rp 5 miliar untuk HKI. 

Setelah proses pengajuan HKI selesai dilakukan dan telah disetujui Kemenkumham, maka Kemenkop akan membayar ke Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Berbeda dengan mengajukan sendiri ke Kemenkumham yang tentunya harus bayar sendiri juga.

Kendati begitu, anggaran tersebut lebih kecil dari tahun lalu yang dapat menerbitkan sekitar 3300 HKI. "Karena kan ada pemangkasan anggaran untuk semua kementerian dan lembaga. Jadi semua anggaran kita pangkas, termasuk untuk HKI. Dari yang tahun lalu sekitar Rp 6,5 miliar, tahun ini jadi Rp 5 miliar," imbuhnya.

Braman menegaskan pentingnya untuk menerbitkan HKI. Jangan sampai pelaku usaha yang telah memasarkan produknya hingga ke luar negeri terkendala karena hak ciptanya diklaim oleh pelaku UKM setempat disana. 

http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/16/08/29/ocn9ab383-kemenkop-dorong-2000-ukm-daftarkan-hki

Di Indonesia, Kasus Sengketa Merek Dagang Menimbulkan Tanda Tanya Besar

Beberapa waktu lalu, masyarakat di Indonesia dikejutkan dengan sejumlah kasus sengketa merek dagang dengan "brand" ternama.

Yang paling anyar, pengusaha lokal Alexander Satryo Wibowo, pemilik PT Gudang Rejeki, memenangkan sengketa merek desainer Perancis, Pierre Cardin, pada pekan lalu.

Menurut Mahkamah Agung (MA), Alexander diketahui mendaftarkan merek Pierre Cardin sejak 29 Juli 1977. Sementara pada saat mendaftarkan merek tersebut, Pierre Cardin dari Perancis tidak pernah terdaftar dan dikenal, sehingga pada dasarnya pendaftaran tersebut tidak diterima. (Baca: Mereknya Digunakan, Pierre Cardin Gugat Pengusaha Indonesia)

Sengketa lain yakni di merek minuman kesehatan Cap Kaki Tiga. MA mengabulkan gugatan warga negara Inggris, Russel Vince, atas seluruh sertifikat merek tersebut milik Wen Ken Drug. Sebab, logo minuman ini mirip dengan lambang negara Isle of Man.

Dengan demikian, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM mencoret merek Cap Kaki Tiga ini sejak 2 September 2016.  (Baca: Digugat Warga Negara Inggris, Produk Cap Kaki Tiga Terancam Ditarik dari Pasaran)

Kasus lain yang juga menyita perhatian masyarakat adalah sengketa merek IKEA, yang terdaftar atas nama Inter IKEA System BV. Sengketa ini diajukan oleh PT Ratania Khatulistiwa ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Tapi pada Mei 2015 lalu, MA memenangkan PT Ratania dan perusahaan lokal ini berhak menggunakan merek IKEA. Ratania memenangkan kasus ini, baik di tingkat pertama maupun kasasi.  (Baca: Merek IKEA Milik Indonesia)

Kasus IKEA

Linna Simamora, Partner di firma hukum Hanafiah Ponggawa & Partners (HPRP), menilai kasus sengketa merek ini menarik. Untuk lebih jelasnya, dia menilik pada kasus sengketa IKEA.

Menurut dia, kasus sengketa merek IKEA ini menambah keragu-raguan akan kepastian keadilan bagi pemilik merek terkenal.

"Adanya dissenting opinion membuktikan adanya ketidakseragaman dalam interpretasi ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan," kata dia, melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com.

Kronologi kasus ini, pada 25 Januari 2005, Inter IKEA System BV telah mendaftarkan merek “IKEA” di Kementerian Hukum dan HAM untuk kelas 20 dan 21. Pada 9 Oktober 2006 dan 27 Oktober 2006, Direktorat Jenderal HKI mengeluarkan sertifikat atas merek IKEA tersebut masing-masing untuk kelas 20 dan 21.

Pada 28 Maret 2010, Inter IKEA System BV kembali mengajukan pemohonan pendaftaran merek IKEA (dengan desain yang berbeda).

Pada 2013, PT Ratania Khatulistiwa mengajukan permohonan pendaftaran untuk merek IKEA untuk kelas 20 dan 21. Pengajuan ini ditolak oleh Ditjen HKI dengan alasan mempunyai persamaan dengan merek IKEA yang telah terdaftar atas nama Inter IKEA System BV.

Pada tahun yang sama, PT Ratania kemudian mengajukan gugatan penghapusan merek IKEA pada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Alasannya, merek IKEA tersebut tidak dipakai dalam kurun waktu tiga tahun berturut-turut. Dasarnya yakni pasal 61 dan 63 Undang-undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek.

Nah, dalam kasus IKEA ini, terdapat sejumlah hal menarik. Pertama, PT Ratania mengajukan bukti berupa market survei yang dilakukan oleh Berlian Group Indonesia di lima kota di Indonesia.

Yaitu di Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya dan Denpasar. Gunanya, untuk membuktikan bahwa merek IKEA tersebut tidak dipakai oleh Inter IKEA System BV selama tiga tahun berturut-turut sejak pendaftarannya, yaitu masing-masing di 2006 dan 2010.

Kedua, majelis hakim Pengadilan Niaga di pemeriksaan tingkat pertama mendasarkan putusannya pada hasil survei tersebut. Padahal, Inter IKEA System B.V telah mengajukan bukti-bukti pemakaian merek IKEA pada kegiatan produksi dan perdagangan mereka.

Ketiga, majelis hakim mengartikan kata barang atau jasa yang diperdagangkan dalam pasal 61 UU Merek tersebut dengan kegiatan penjualan secara fisik saja.

Padahal, kenyataan bahwa di pasal 61 ayat 2 UU Merek juga memungkinan interpretasi akan arti barang dan jasa yang diperdagangkan, dimungkinkan untuk diperperdagangan tanpa melalui toko secara fisik, sesuai dengan kemajuan teknologi.

"Hal ini sangat disayangkan mengingat IKEA dapat dikategorikan sebagai merek terkenal yang sudah bertahun-tahun menggunakan merek tersebut, sedangkan PT Ratania sendiri baru menggunakan merek IKEA tersebut pada 2013," lanjut Linna.

Menurut dia, fakta ini seharusnya mendorong para hakim untuk mempertimbangkan lebih jauh lagi fakta-fakta yang ada sebelum memutuskan untuk mengkabulkan gugatan dari PT Ratania.

Linna menilai, kenyataan-kenyataan tersebut cukup menimbulkan tanda tanya besar akan pemahaman para penegak hukum di Indonesia akan arti pentingnya tujuan perlindungan yang diberikan oleh UU Merek yang ada, Juga, menjadi tanda tanya besar akan arti penting pengusaha mendapat kepastian untuk memperoleh perlindungan tersebut.

"Sangat disayangkan apabila yang ditekankan oleh UU Merek adalah perlindungan, tapi pada kenyataannya untuk kasus-kasus penghapusan pendaftaran merek seperti ini, hakim terkesan kurang pertimbangan dalam memutuskan," pungkas dia.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/09/14/192158026/di.indonesia.kasus.sengketa.merek.dagang.menimbulkan.tanda.tanya.besar

Dirjen HKI Sebut Kasus Huppy Puppy Murni Perdata


Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ferry Rahman menghadirkan dua saksi ahli dalam persidangan kasus dugaan pelanggaran hak karya cipta lagu band Radja di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (23/8). Dalam kesaksiannya, Agung Damar Sasongko, Kasi Pertimbangan Hukum dan Hak Cipta Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) justru menyebut bahwa kasus yang menjerat terdakwa Santoso Setyadi, bos Happy Puppy itu murni perdata.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai Hariyanto, Agung menyebutkan, seharusnya kasus ini dapat diselesaikan secara perdata. Sebab, munculnya kasus tersebut diakuinya terjadi sebelum UU nomor 28 tahun 2014 tentang HKI ini muncul.
"Dalam UU yang lama memang tidak menyebutkan secara pasti tentang apa itu performance right maupun mechanical right. Sehingga sebelum UU yang baru itu, kebiasaan yang terjadi, menjadikan semua itu sudah jadi satu. Yang terpenting rumah karaoke sudah memenuhi kewajibannya membayar royalti," kata Agung.
Dengan dasar itulah, lanjut Agung, maka dalam kasus ini tidak terjadi pelanggaran hukum terhadap rumah karaoke, mengingat dalam klausul perjanjian antara user dengan lembaga manajemen kolektif (LMK)yang mengelola royalti, terdapat klausul yang melindunginya dari gugatan pihak ketiga. "Tidak ada pelanggaran hukum, karena sudah menjadi kebiasaan waktu itu, bahwa performing dan mechanical right sudah include," jelasnya.
Sementara itu, Henry sulistyo, Dosen Hukum UPH yang juga pembina dari Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) juga senada dengan Agung. Ia bahkan mengibaratkan, polemik tersebut dengan kebiasaan orang makan pisang berubah setelah makan steak. "Kalau sudah bisa makan steak, jangan lupa kalau dulu pernah makan pisang," terangnya.
Ia menjelaskan, kasus ini dianggap tidak fair karena menyalahkan user dengan aturan baru, lantaran kaidah hukumnya hukumnya yang lama belum jelas. Terkait dengan kasus ini, dalam aturan lama memang tidak dijelaskan secara spesifik dalam perjanjian terkait dengan pembayaran royalti performing right maupun mechanical right.
Sehingga dalam praktek yang terjadi, user yang membayar royalty, sudah mendapatkan semuanya. "Karena tidak mungkin, orang melakukan performing right tanpa melakukan mechanical right," beber Henry.
Oleh karenanya, ia pun menilai jika kasus tersebut dapat diselesaikan secara keperdataan. Sehingga, jika pemilik rumah karaoke sudah menyelesaikan pembayaran royalti, maka dia bebas menggunakan karya cipta tersebut.
Seperti diketahui, kasus ini terjadi berawal saat Ian Kasela melaporkan lima rumah hiburan karaoke diantaranya, NAV, Inul Vizta, Charlie Family, DIVA, dan Happy Puppy. Lima rumah karaoke itu dilaporkan karena telah memutar tiga lagu band Radja secara ilegal. Atas laporan itu, polisi akhirnya menetapkan Santoso Setyadi.
 
http://www.surabayanewsweek.com/2016/08/dirjen-hki-sebut-kasus-huppy-puppy.html

Hingga Juni 2016, DJKI Tangani 33 Kasus HKI, Merek, dan Paten

irektur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa Ditjen Kekayaan Intelektual (DJKI), Kementerian Hukum dan HAM, Salmon Pardede mengungkapkan, sepanjang tahun 2016 pihaknya telah menangani 33 kasus yang didominasi oleh kasus sengketa merek.

"Penyelidikan tahun ini sudah 33 kasus. Beragam kasusnya, ada HKI, merek, dan paten. Paling banyak pemalsuan merek dan sengketa merek. Sebagian sudah dilakukan tindakan represif di lapangan, sebagian menunggu BAP saksi, dan keterangan ahli," kata Salmon saat Sosialisasi dan Edukasi Hak Cipta - Software Komputer di Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Kamis (9/6).

Dia menegaskan, kampanye anti pembajakan terhadap karya intelektual harus tetap kontinyu dilakukan, karena sudah seperti peredaran narkoba. "Gampang dapat untung. Jadi terus edukasi dan sosialisasi di semua tingkatan dari sekolah, masyarakat, dan pedagang. Kalau kita berhenti, negara terus dirugikan, dan para kreator tidak mau berinovasi lagi, karena karya mereka terus dibajak," jelas Salmon.

Dia mengungkapkan, pihaknya telah bekerjasama dengan pihak Bareskrim Mabes Polri, PT Angkasa Pura, Masyarakat Indonesia Anti Pemalusan (MIAP), Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, dan pihak-pihak terkait lainnya, sejak tahun 2013, melakukan sosialisasi, edukasi, bahkan hingga tindakan represif terhadap peredaran barang palsu dan bajakan.

"Di tahun 2014 kami menyita barang palsu berupa VCD, DVD, dan software bajakan hingga 14 truk dari Glodok Plaza. Beberapa minggu lalu kita pasang lagi spanduk di Glodok, karena ini sudah ditetapkan sebagai notorius market. Kita juga sudah masuk ke ITC Mangga Dua, di tiga TKP," ujar Salmon.

Dia menyebutkan, dari beragam penindakan yang dilakukan, khusus untuk software bajakan saja telah menimbulkan potensi kerugian negara hinga Rp65,1 triliun, dalam kurun waktu 2014 hingga saat ini.

Salmon menambahkan, produk bajakan ada di segala lini. Misalnnya, kata Salmon, beberapa tahun lalu pihaknya menindak produk pakain jadi dengan merek terkenal asal di Inggris yang diijual di outlet terkenal di Jakarta, tetapi palsu.

"Beberapa kasus juga sudah masuk ranah hukum, tahun ini di Bali sudah kita limpahkan ke pengadilan, tetapi orangnya DPO. Kasus merek. Kemudian kasus casing handphone di Batam, sudah disita," urainya.

Edukasi Penumpang Pesawat

Sementara itu, hari ini DJKI bekerjasama dengan pihak Otoritas PT Angkasa Pura II dan MIAP, kembali melakukan kegiatan sosialisasi dan edukasi terkait Hak Cipta di kawasan Bandara Internasional Soekarno Hatta Jakarta.

Kegiatan ini merupakan kegiatan yang secara berkala dilakukan oleh DJKI, Angkasa Pura II dan MIAP dalam upaya edukasi/penyuluhan dan pemeriksaan secara sukarela terhadap barang bawaan penumpang maupun calon penumpang pesawat di kawasan Bandara Internasional Seoekarno Hatta Jakarta.

Kegiatan tersebut dilakukan sehubungan dengan perlindungan karya-karya yang dilindungi Hak Ciptanya seperti antara lain peranti lunak (software), film, musik, buku dan lain-lain. Dalam kegiatan ini, materi edukasi juga dititikberatkan kepada perlindungan Hak Cipta software dan bentuk-bentuk pelanggarannya.

Kegiatan pemeriksaan secara suka rela terhadap barang-barang ini dilakukan di area Terminal 1 dan 2 Bandara Internasional Soekarno Hatta Jakarta, yang juga pernah dilakukan pada tanggal 23 September 2013 dan 19 Maret 2014.

Sebagai informasi tambahan, perlindungan terhadap KI, khususnya hak cipta program komputer tercantum dalam Undang-undang Hak Cipta No. 28 tahun 2014 (“UUHC”), dimana Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Melalui Undang-Undang Hak Cipta No. 28/2014 pasal 113 ayat (3) disebutkan bahwa setiap penjual barang bajakan, termasuk para retailer komputer dan perangkat lunak, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau dikenakan denda hingga Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah), serta disebutkan pula pada ayat (4) UUHC bahwa setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 4.000.000.000,- (empat milyar rupiah).
 
http://www.beritasatu.com/hukum/369121-hingga-juni-2016-djki-tangani-33-kasus-hki-merek-dan-paten.html

Kontak Kami

Kontak Kami

Kevin Jasperindo (KINDO)
Rio
Hp 08111 599 899 
Jl. Swadaya Raya No 51 Blok A1
Kel. Pondok Pucung Kec. Pondok Aren
Bintaro Sektor 9